BAB 11
Peranan Koperasi
A. Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi diperkenalkan di Indonesia
oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia
mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat
hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya
ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan
tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
• Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
• Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
• Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
• Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak
mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia
mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU Nomor 91 pada Tahun 1927, yang
isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
• Hanya membayar 3 gulden untuk materai
• Bisa menggunakan bahasa daerah
• Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
• Perizinan bisa didaerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no.
431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942
Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya
koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat
jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di
Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini
kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan
peran koperasi sebagai berikut:
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi
dan sosialnya;
• Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang
merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi
• Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar
Perangkat Organisasi Koperasi:
Rapat anggota adalah wadah aspirasi anggota dan pemegang kekuasaan
tertinggi dalam koperasi. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka segala
kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus melewati persetujuan rapat anggota
terlebih dahulu., termasuk pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian personalia
pengurus dan pengawas.
Pengurus
adalah badan yang dibentuk oleh rapat anggota dan disertai dan diserahi mandat
untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi, baik dibidang organisasi maupun
usaha. Anggota pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat
anggota. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat
anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat manajer untuk
mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung jawab pada rapat anggota.
Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan pengawasan
terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh anggota koperasi di
rapat anggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas berhak mendapatkan setiap laporan
pengurus, tetapi merahasiakannya kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung
jawab kepada rapat anggota
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang
cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal
33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD
1945 itu dikatakan bahwa pembangun usaha yang paling cocok dengan menggunakan
asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan
oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada
penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia
didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua
dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai koperasi. Dalam wacana
sistem ekonomi dunia, koperasi disebut juga sebagai the third way, atau “jalan
ketiga”, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris,
Anthony Giddens, yaitu sebagai “jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme.
. B. Peranan Koperasi:
1.
Peran Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi Kerakyatan adalah merupakan sebuah sistem perekonomian yang
ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Ekonomi
Kerakyatan memiliki prinsip bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan, selain itu ekonomi kerakyatan juga
menginginkan kemakmuran rakyat. Prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan itu
seluruhnya terkandung dalam Koperasi. Dalam konteks ekonomi kerakyatakan atau
demokrasi ekonomi, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga
masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan pengelolaannya di bawah
pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat sendiri. Prinsip demokrasi ekonomi
tersebut hanya dapat diimplementasikan dalam wadah koperasi yang berasaskan
kekeluargaan. Hal ini menunjukan bahwa Koperasi memiliki peranan dalam Ekonomi
Keakyatan karena Koperasi merupakan bentuk perusahan, satu-satunya bentuk
perusahaan yang sesuai dengan Ekonomi Kerakyatan.
2.
Peran Koperasi
Bagi Usaha Kecil Dan Usaha Menengah
Sejak era orde baru masalah kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan
penguasaan asset nasional merupakan masalah pelik yang menjadi kendala dalam
rangkamengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya nasional.Kondisi ini menjadi
indikator bahwa masyarakat banyak belum berperan sebagai subyek dalam
pembangunan. Menjadikan rakyat sebagai subyek pembangunan adalah memberikan
hak-haknya untuk berpartisipasi dalam pembentukan dan pembangian produksi
nasional. Untuk sampai pada tujuan tersebut, rakyat perlu dibekali
modalmaterial dan mental. Indikator ini juga telah menginspirasikan perlunya
pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian berkembang menjadiisu untuk
membangun sistem perekonomian yang bercorak kerakyatan. Restrukturisasi ekonomi
dengan sasaran menggerakan ekonomi rakyat sesungguhnya bukan lagi dijadikan
sebagai wacana, tetapi secepatnya harus diaktualkan. Belum terlaksananya
restrukturisasi ekonomi ini menjadi salah satu sumber keterpurukan ekonomi
sejak awal kemerdekaan sampai dengan sekarang. Tanpa adanya restrukturisasi
melalui usaha menggerakan ekonomi tidak akan dapat dihapuskan. Berbagai
pendapat dan harapan terus berkembang seiring dengan berjalannya era reformasi,
namun demikian usaha untuk menggerakan ekonomi rakyat yang terutama bertujuan
untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran belum juga dapat terwujud.
3.
Menggerakan Ekonomi Rakyat Dan Kebijakan Pemberdayaan
UMKM
Dalam skenario menggerakan ekonomi rakyat, keberpihakan pemerintah sifatnya
mutlak. Pemerintah harus menyediakan modal material, intelektual
daninstitusional. Mengingat UMKM merupakan bagian terbesar dari rakyat
Indonesia maka untuk tujuan tersebut UMKM dalam jangka panjang harus didorong
untuk mampu bersaing dalam pasar global. Tetapi sampai sekarang ini
keberpihakan pemerintah dinilai masih belum optimal. Kebijakan dibidang
perbankan merupakan salah satu bukti ketidakadilan. Kebijakan tersebut
melupakan kondisi kelompok UMKM yang sebagian besar termasuk dalam kategori
miskin dan berpengetahuan rendah. Demikian juga dalam penggolongan atau
mengelompokan usaha berdasarkan kriteria pemilikan aset dan omset yang
melahirkan istilah usaha mikro, kecil dan menengah.
4.
Peran Koperasi dalam Bidang
Ekonomi
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari:
(1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai
sektor,
(2) penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan
masyarakat,
(4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran
koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian
nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa
mendatang.
5. Peran Koperasi dalam Bidang
Pendidikan
Di bidang Pendidikan.Koperasi dapat dijadikan pembelajaran bagi siswa
sekolah.Praktik hidup bermasyarakat dapat dipelajari di dalam Koperasi yang
merupakan bagian kecil dari kehidupan bermasyarakat di negara demokrasi ini.
6. Peranan
Koperasi dalam Bidang Sosial
- Mendidik para anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dalam membangun
tatanan
sosial masyarakat yang lebih baik
- Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis,
melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
- Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
Perkembangan Koperasi Secara Menyeluruh
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya
pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1
Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator,
yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko
dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.Di Jerman, juga berdiri
koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan
Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer,
Raffeinsen, dan Schulze Delitchi Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi
produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone
mendirikan koperasi pertanian.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya
berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di
Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan
usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan
iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia
menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula koperasi
yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan
kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk
keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha
tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang
memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil
langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu,
seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama
dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang
keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di
Purwokerto Tahun 1896, mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan
pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak
menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang
dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka
uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.
Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van
Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke
Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi
simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam
untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti memulai ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria
Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan pinjam yang dapat berkembang
ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari
zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya
koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang
didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang
keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang
pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social
dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya
Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih
cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asyari Tebuireng Jombang
mendirikan koperasi yang dinamakan Syirkatul Inan atau disingkat (SKN) yang
beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim
Asyari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan
bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5
macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran
koperasi ini unntuk dijadikan periode nahdlatuttijar . Proses permohonan badan
hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun
berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no
431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyarat berdiriya koperasi.
Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu
penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai
reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu Komisi Koperasi yang
dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana
keperluan penduduk
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk bumi putera
berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya
didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah
Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan Indonsische
Studieclub. Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui
organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa
juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno,
di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran
penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau
Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan
koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin Komisi Koperasi 1920 ditunjuk sebagai
Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Atas dasar catatan sejarah, terjadilah
perkembangan koperasi.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk
Gouvernmentsbesluit no.21 yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang
menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian
1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan
demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni
Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera
dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur
Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk
mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan
warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan bersama-sama
anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi.
Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain
koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.
Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930
menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya
menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang
kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi
tersebut diantaranya 423 koperasi (77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang
simpan-pinjam sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis konsumsi ataupun
produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah
koperasi lumbung. Adapun data perkembangan koperasi dari tahun de tahun.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi
istilah Kumiai. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia menetapkan
bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang
dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak
bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan
tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan
tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang
di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan
persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau
masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin
Residen
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi
lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum
mendapat izin baru dari Scuchokan. Undang-undang ini pada hakekatnya bermaksud
mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi kepolisian.
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah
ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran Kumiai (koperasi). Pemerintah pada
waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya Kumiai di
desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang
jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi
Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya).
Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan
barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji
jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu
masyarakat agar menyetorkannya melalui Kumiai. Kumiai (koperasi) dijadikan alat
kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para
anggota dan masyarakat pada umumnya.
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam suasana
sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang menguntungkan bagi
pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H.
Moh Hatta sebagai salah seorang Founding Father Republik Indonesia, berusaha
memasukkan rumusan perkoperasian di dalam konstitusi. Sejak kemerdekaan itu
pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal
33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan
tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut diatur pula di
samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat
sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia
bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya
berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan
pengetahuantentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di
berbagai tempat. Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se
Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain
terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI;
menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan
diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan
masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi dengan
terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik
Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan
terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan Peraturan Perkoperasian
yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179. Peraturan ini dikeluarkan pada waktu
Pemerintah Federal Belanda menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya
hamper sama dengan Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91
tahun 1927, dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan
Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan
koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950
program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan
perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka Dewan Perwakilan
Rakyat yang berkaitan dengan program
Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula
diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat
gotong royong yang spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha
menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu
Pemerintah hendak menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperluas
perkreditan, yang terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada
badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang
sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi. Sejalan dengan kebijaksanaan
Pemerintah sebagaimana tersebut di atas, koperasi makin berkembang dari tahun
ketahun baik organisasi maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres
koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah
Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi
Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan
Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi.
Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk
segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung
Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5
September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan
KOngres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di
Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang
Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar
Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang-Undang Dasar
Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih
biak dan lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi
sebelumnya dan merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang
disusun oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah
bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan tugas menyusun
Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada tanggal 15 Juli 1959 Presiden
Soekarno yang juga selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit
Presiden yang memuat keputusan dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan
Undang-Undang Dasar 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Tanah Tumpah Darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan
tidak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17 Agustus
1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita, atau lebih dikenal dengan Manifesto politik (Manipol).
Dalam pidato itu diuraikan berbagai persoalan pokok dan program umum Revolusi
Indonesia yang bersifat menyeluruh. Berdasarkan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960
pidato itu ditetapkan sebagai Garis-garisBesar Haluan Negara RI dan pedoman
resmi dalam perjuangan menyelesaikan revolusi. Dampak Dekrit Presiden dan
Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi
adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan
tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol. Karenanya
untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang No. 79 Tahun 1958
tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (dimuat dalam Tambahan aLembaran
Negara No. 1907). Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari
Undang- Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan
penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan seragam
dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan.
Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan
Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan
seragam.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di
Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin.
Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan
Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh
Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan
organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri
Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi
Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari
uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin
yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat
didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
Sumber: